Monday, August 19, 2019

Sejarah Nasi Tumpeng

Sejarah Nasi Tumpeng


Tumpeng adalah hidangan nasi berbentuk kerucut Indonesia dengan lauk sayuran dan daging yang berasal dari masakan Jawa Indonesia. Secara tradisional ditampilkan dalam upacara slamatan, beras dibuat dengan menggunakan wadah anyaman bambu berbentuk kerucut. Nasi itu sendiri bisa berupa nasi putih, nasi uduk (dimasak dengan santan), atau nasi kuning (nasi uduk diwarnai dengan kunyit (kunyit).[1]



Kerucut beras didirikan di tampah (wadah anyaman bambu bundar), ditutupi dengan daun pisang, dan dikelilingi oleh aneka masakan Indonesia. Pada tahun 2013, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia mempromosikan tumpeng sebagai salah satu dari 30 ikon kuliner Indonesia [2] dan memberinya status hidangan nasional resmi Indonesia pada tahun 2014, menggambarkannya sebagai "hidangan yang mengikat keragaman berbagai masakan Indonesia tradisi kuliner. "[3]

Sejarah dan tradisi
Orang-orang di Jawa, Bali dan Madura biasanya membuat tumpeng untuk merayakan acara-acara penting. Namun, semua orang Indonesia akrab dengan tumpeng. Filosofi tumpeng terkait dengan kondisi geografis Indonesia, khususnya Jawa sebagai pulau subur dengan banyak gunung dan gunung berapi. Tumpeng berasal dari tradisi Indonesia kuno yang memuja gunung sebagai tempat tinggal hyang, roh leluhur dan dewa. Beras berbentuk kerucut dimaksudkan untuk meniru gunung suci. Pesta itu dijadikan sebagai ucapan syukur atas berlimpahnya panen atau berkat lainnya.

Tumpeng adalah simbol rasa terima kasih, [1] dalam upacara syukur (syukuran atau slametan), setelah orang-orang berdoa, bagian atas tumpeng dipotong dan dikirim ke orang yang paling penting. Dia mungkin pemimpin kelompok, orang tertua, atau orang yang dicintai. Kemudian, semua orang dalam upacara menikmati tumpeng bersama. Dengan tumpeng, orang mengekspresikan rasa terima kasih kepada Tuhan dan menghargai kebersamaan dan keharmonisan. Upacara tahunan yang melibatkan tumpeng biasanya disebut 'tumpengan'.

Tumpeng dan gunungan adalah bagian penting dalam sekaten festival Jawa, sejumlah besar tumpeng dimasukkan dalam parade tradisional besar dari istana ke masjid agung. Mereka berdoa di masjid agung, dan kemudian dibagikan kepada orang-orang sebagai bagian dari perayaan merayakan kelahiran Nabi Muhammad.

Di zaman modern, puncak tumpeng diberikan kepada tamu terhormat dalam acara sosial, upacara atau penghargaan. Di banyak kota di Indonesia, seperti Yogyakarta, sebuah tradisi telah dikembangkan - upacara tumpengan menjelang 17 Agustus - yang merupakan hari kemerdekaan Indonesia. Acara ini dimaksudkan untuk berdoa demi keselamatan dan kesejahteraan bangsa. Piring sekitarnya
Nasi berbentuk kerucut dikelilingi oleh aneka masakan Indonesia, seperti sayuran urap, ayam goreng, ayam bakar, empal gepuk (sapi goreng pedas dan pedas), abon sapi (benang sapi), semur (sapi) sup dengan kecap manis), teri kacang (teri dengan kacang), udang goreng, telur pindang, telur dadar, tempe orek (tempe orek goreng kering), perkedel kentang (kentang tumbuk), perkedel jagung ( potongan jagung), sambal goreng ati (hati dengan saus cabai), dan banyak hal lainnya. [4]

Secara tradisional harus ada keseimbangan antara sayuran, telur, daging, dan makanan laut. Komposisi tumpeng Jawa tradisional lebih kompleks karena unsur-unsurnya harus saling menyeimbangkan menurut kepercayaan orang Jawa. Tumpeng tradisional Jawa biasanya melibatkan sayuran urap, tempe, ayam goreng, teri kacang, udang goreng, telur pindang, empal gepuk dan sambal. Setelah adopsi tumpeng sebagai hidangan nasional, tumpeng diharapkan menjadi hidangan yang mengikat tradisi masakan Indonesia. Lauknya mungkin masakan Indonesia populer, seperti gado-gado, sate, dan rendang. Saat ini hidangan yang menemani tumpeng bisa menjadi kebijaksanaan tuan rumah.

Makna filosofis
Ada makna filosofis pada setiap bagian dari tumpeng tradisional. Menurut cerita rakyat di Jawa dan Bali, tumpeng berbentuk kerucut adalah simbol mistik kehidupan dan ekosistem. Itu juga melambangkan kemuliaan Tuhan sebagai Pencipta alam, dan lauk pauk dan sayuran mewakili kehidupan dan keharmonisan alam. Hidangan tumpeng otentik dan lengkap harus mengandung setidaknya satu daging untuk mewakili hewan darat, ikan untuk mewakili makhluk laut, telur untuk mewakili binatang bersayap, dan sayuran yang mewakili stok makanan yang disediakan oleh kerajaan tumbuhan. Biasanya tumpeng disajikan dengan bayam karena bayam adalah simbol tradisional kemakmuran di masyarakat pertanian Jawa. [5]

Berikut adalah makna filosofis di balik beberapa bahan dalam tumpeng:

Telur: Telur disajikan dengan cangkang masih menyala. Mengupas telur sebelum memakannya melambangkan semua yang harus direncanakan dan dilakukan seseorang sebelum menjadi orang baik.
Sayuran: Bungkusan sayuran mewakili hubungan yang baik dengan teman dan tetangga. Bayam melambangkan kehidupan yang aman dan damai; bayam air mewakili seseorang yang bisa hidup melalui kesulitan; kacang panjang mewakili umur panjang; dan kecambah kacang hijau mewakili warisan nenek moyang.
Lele: Lele mewakili pentingnya mempersiapkan masalah di masa depan. Ini juga menunjukkan rendah hati, karena ikan lele hidup di dasar kolam.
Bandeng: Banyak tulang bandeng mewakili keberuntungan dan kemakmuran di masa depan.
Ikan teri: Karena mereka hidup bersama, ikan teri mewakili hubungan yang baik dengan keluarga dan tetangga.
Variasi

Beberapa nasi kuning tumpeng disajikan saat pesta.
Ada beberapa varian tumpeng, dibedakan menurut upacara. [1]

Tumpeng Robyong - tumpeng jenis ini biasanya disajikan dalam upacara siraman tradisional Jawa. Tumpeng ditempatkan di wadah nasi bambu bakul; telur, terasi, bawang merah dan cabai merah diletakkan di atasnya.
Tumpeng Nujuh Bulan - tumpeng jenis ini disajikan pada bulan ketujuh kehamilan (upacara prenatal). Tumpeng terbuat dari nasi putih biasa. Sebuah tumpeng utama dikelilingi oleh enam tumpeng yang lebih kecil; semua tumpeng didirikan di tampah yang ditutupi dengan daun pisang.
Tumpeng Pungkur - Digunakan dalam upacara kematian seorang perawan atau pria atau wanita yang belum menikah. Itu terbuat dari nasi putih yang dikelilingi hanya dengan hidangan sayuran. Tumpeng nanti harus dipotong vertikal menjadi dua bagian secara merata dan diletakkan satu terhadap yang lain.
Tumpeng Putih - tumpeng putih, menggunakan nasi putih karena putih melambangkan kesucian dalam budaya Jawa. Jenis tumpeng ini digunakan dalam upacara sakral.
Tumpeng Nasi Kuning - Yellow tumpeng: Warna kuning mewakili emas, kekayaan, kelimpahan, dan moral yang tinggi. Tumpeng jenis ini digunakan dalam perayaan dan perayaan yang ceria dan bahagia, seperti perayaan kelahiran, pertunangan, pernikahan, Idul Fitri, Natal, dll.
Tumpeng Nasi Uduk (juga disebut tumpeng tasyakuran) - Beras uduk (beras yang dimasak dalam santan) dipekerjakan dalam upacara Maulud Nabi: merayakan ulang tahun Nabi Muhammad.
Tumpeng Seremonial / Modifikasi - tumpeng kontemporer ini relatif lebih terbuka untuk modifikasi dan adaptasi. Itu tergantung pada kebijaksanaan, selera, dan permintaan tuan rumah.
Tradisi kontemporer
Saat ini, sebagian besar orang Indonesia melayani tumpeng sebagai hidangan untuk merayakan acara khusus, seperti pesta ulang tahun, arisan, pertemuan keluarga atau lingkungan, pesta perpisahan, perayaan, resital, dan banyak acara gembira lainnya. [6] Karena nilai kemeriahan dan perayaannya, sampai sekarang tumpeng kadang-kadang dianggap sebagai kue ulang tahun orang Indonesia. [7] Kontes Tumpeng terkadang diadakan untuk memperingati hari kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus atau 2007



No comments:

Post a Comment

Ongseng menjes

Bahan-bahan 1 papan  menjes 10 biji  petai, iris tipis 4 siung  bawang putih, cincang 5 siung  bawang merah...